Kemudian , kami berjalan menyusuri hamparan jalan yang penuh
dengan siraman air hujan yang kemarin datang . Dan tak sepatah katapun yang
terlontarkan di tengah perjalanan menuju rumahku.
“Huugh, akhirnya sampai juga “ ucapku
seraya mengembalikan payung itu ke tangan gadis kecil yang tengah berada
disampingku. Dan berkata , “ Tunggu sebentar ya dik “ . Si gadis kecil itupun
hanya mengangguk membalas perkataanku.
Aku langsung masuk ke rumah dan memanggil ibuku untuk
membayarkan ojek payung tersebut , karena uang sakuku hilang , ya mungkin
kececer.
Keesokan harinya , ketika pulang dari sekolah , lagi , lagi ,
dan lagi hujan menyerbu tiba-tiba tanpa satupun orang yang mengiranya. Di halte
itu , iyah tepat di halte di seberang jalan rumahku , aku bertemu lagi dengan
gadis kecil kemarin yang tengah menawarkan payungnya.Spontan , aku langsung
memanggil gadis tersebut , “ Dik , ojek payung dik” . Ucapku sambil melambaikan
tangan kepadanya.
“Iya kak “ jawab adik itu dengan senyuman manis yang selalu
dia tunjukkan.
Kulihat wajahnya yang cantik dan rambut panjang terurai
panjang , tanpa menghiraukan dinginnya cuaca bahkan dari raut wajahnya , tak
terlihat sedikitpun rasa lelah pada dirinya . Aku salut kepadanya.
Keesokan harinya, aku bangun lebih awal karena harus segera
tiba di sekolah . Hari ini aku bertugas menyapu ruangan.
“Ciie… tumben rajin “ ucap sthefanny padaku .
“ Haha… Biasa aja kali Stef , kan ini udah kewajibanku tiap
hari Rabu “ Kataku lagi.
Setelah menyapu , aku duduk . Ntah kenapa , pikiranku saat
itu hanya tertuju pada gadis kecil kemarin . Pikiranku buyar ketika Grace
tiba-tiba datang dari luar .
“Pagi semua” ucapnya dengan gembira. Aku tidak menjawab.
“Hey? Kok melamun? Tidak biasanya kau seperti ini “ Grace
bertanya,
Kemudian aku menceritakan sosok gadis kecil yang kujumpai
kemarin. Alih-alih berharap Grace , tau sedikit tentang gadis yang kumaksud.
Aku tidak tau mengapa aku ingin sekali mengetahui seluk beluk gadis itu.
“Kamu kenal gadis yang sering ngojek payung di halte? “
“ Kenal . Dia tetanggaku “ ucap Grace.
Grace mulai menceritakan tentang gadis kecil yang mirip artis
cilik itu. Aku tercengang ketika Grace mengatakan bahwa gadis itu berasal dari
keluarga yang sangat miskin . Orangtuanya hanyalah pemulung . Untuk itu , dia
harus ikut membantu keuangan keluarga . Apalagi setelah kakak sulungnya
meninggal 3 bulan yang lalu .
Bel berbunyi pertanda pulang sekolah. Semua siswa bersorak
kegirangan . Aku menunggu Mas Dodi di depan gerbang SMA Tunas Bangsa. Sekolah
yang menjadi tempatku menimba ilmu ini cukup terkenal karena terbukti banyak
siswa yang masuk ke PTN dan langsung bekerja. Tiba-tiba terdengar suara mobil
Mercedez Benz melaju dengan lambat ke arahku .
“Ayo Sand naik” teriak mas dodi dari dalam sambil membuka
kaca mobilnya .
“Iya Mas “ Jawabku
Jalanan yang macet , berasap dan padat membuatku tidak betah
tinggal dikota. Bangunan-bangunan pencakar langit turut meramaikan betapa
panasnya kota Jakarta. Lampu merah menyala dan tiba-tiba ada seorang gadis
dengan keringat bercucuran menawarkan Koran kepadaku .
“ Kak , Koran !” katanya
Eh tunggu , bukannya dia gadis kecil pengojek payung kemarin??
Aku berkata sendiri.
“Iya kak” katanya mengejutkanku .
Aku merogoh uang dari sakuku , kemudian memberikannya pada
gadis kecil itu. Belum sempat menanyakan nama gadis itu , lampu merah berubah
menjadi lampu hijau .
“Sial” pikirku dalm hati
Di sepanjang perjalanan menuju rumah , aku hanya duduk
termenung sambil menatap-natap gedung-gedung dari kaca mobil .
“Sudah sampai Sand , gak mau turun?” Tanya Mas Dedi
“ Emm , iyah mas “
Aku turun dari mobil dan menceritakan gadis kecil itu kepada
Ibuku . Aku ingin keluarga kami memperhatikan gadis kecil itu dan membantunya.
Setelah mencari tau tentang keberadaan
keluarga gadis itu , kami sekeluarga memutuskan untuk mengunjungi
keluarganya . Ternyata nama gadis itu Raisa Tasya . Nama yang sangat indah
bagai laksana bulan purnama di malam hari dan nama yang sangat cocok dengan
parasnya yang cantik , manis , lugu , dan mirip artis itu . Adik-adiknya juga
tidak kalah cantik dan gantengnya . Raisa mempunyai 2 orang gadis cilik yang masing-masing
berusia 9 dan 2 tahun dan 2 orang dan 2
orang pemuda cilik masing-masing berusia 5 dan 3 tahun.
Sungguh pemandangan yang sangat menyedihkan , sebuah gubuk
tua dihuni oleh 6 orang .
1 minggu kemudian , aku dan Raisa semakin dekat layaknya
kakak-beradik. Aku sering mengajaknya kerumahku dan bermalam disana.
“Waah , rumah kakak layaknya istana kerajaan .” sambil
memandangi sekelilingnya.
Lampu-lampu dengan perhiasan seperti
mutiara berada di langit-langit rumah . Guci-guci raksasa berjejer di samping
dinding . Apalagi ditambah dengan warna cat biru muda yang menutupi lapisan
dinding semakin menambah kemewahan rumah ini “ ucapnya lagi .Wajar saja dia
baru pertama kali masuk ke rumah semewah ini.
Kamipun tidur bersama di kamarku sambil bercerita tentang hidup
kami masing-masing. Ternyata aku mirip sama kakaknya , mulai dari cara
berbicara , wajah , tinggi sampai-sampai mataku juga mirip sama kakaknya , yang
terlebih dahulu dijemput oleh yang maha kuasa , makanya dia sering melihatku
dan menawarkan payungnya terhadapku. Aku sangat senang dapat mengenal Raisa ,
seorang gadis kecil yang sangat tegar menghadapi lika-liku kehidupan .
Aku sudah menganggapnya seperti adik
kandungku sendiri. Hari-hari berjalan dengan indah . Banyak mengisahkan
kenangan indah yang tak mungkin terlupakan bersama Raisa.
Baru 10 menit sampai di rumah tiba-tiba
telepon rumah berbunyi . “Hallo?” Aku mengangkat telepon.
“Apa ini Alexandra ? Ini ibunya raisa nak
“
“Iya ibu , ada apa? “ Aku bertanya
penasaran .
“Nak , tadi waktu di perjalanan pulang
dari menjual Koran . Raisa tertabrak mobil dan sekarang dia ada di rumah sakit
. “ Kata Ibu raisa menceritakan sembari menangis.
Tanpa kusadari , air mata telah mengalir
deras di pipiku dan gagang telepon terjatuh. Aku langsung memanggil seluruh
penghuni rumah dan pergi ke rumah sakit.
Raut wajah cemas dan takut menghantui kami
yang sedang menunggu dokter keluar dari ruang pasien.
“Maaf , anak ibu mengalami buta permanen
akibat kecelakaan yang baru dialami. “ Jelas dokter.
Ibu , ayah , serta adik-adik Raisa
menangis histeris dan begitu pula denganku . Aku tidak bisa menahan air mataku.
Ini sungguh cobaan yang sangat berat buat keluarga Raisa. Dan mungkin jika aku
di posisi Raisa , aku tak bisa setegar itu.
Dua minggu kemudian , Raisa sudah bisa
pulang ke rumah. Wajahnya sama sekali tidak memancarkan kesedihan atau
keputus-asaan sedikit pun. Dia tetap cantik walau tanpa kedua bola matanya yang
indah itu.
Dan pada saat itu juga aku ingin menjadi
mata untuk Raisa , aku ingin mengantarnya kemanapun ia pergi.
Aku ingin menjadi kakak terbaik untuknya,
menggantikan kakaknya yang telah meninggal.
Ini udah cukup, Raisa dan keluarganya
tidak boleh di gubuk tuanya itu lagi. Aku akan membujuk kedua orangtuaku agar
mau menampung keluarga Raisa di sini.
“Ma..Pa.. Raisa dan keluarganya bisa
tinggal di sini kan? Kasihan orang itu Ma.
“Iyah..Besok kita jemput mereka” kata
ayahku.
“Yeagh ,makasih ma , makasih pa . Aku
senang banget “
Jadi gak sabar menunggu kehadiran mereka
besok . Rumah ini bakalan ramai dan gak sepi lagi.
Aku beruntung bisa mengenal keluarga Raisa
walaupun banyak tantangan hidup yang mereka hadapi , mereka tidak pernah mengeluh
. Mereka selalu bersabar dan berdoa agar kelak hidup mereka bahagia.
Dan mungkin ini adalah cara Tuhan untuk
menjadikan doa mereka menjadi kenyataan, melalui keluarga kami. Mereka tidak
perlu lagi menjadi pemulung di luaran sana . Sekarang kami adalah keluarga.
Keluarga nan indah dan harmonis. Walaupun Raisa tidak dapat melihat indahnya
dunia lagi. Terima kasih Tuhan .. Kini aku tau engkau menghadirkan pelangi
sehabis hujan. Dan tidak akan pernah memberikan cobaan hidup di luar batas
kemampuan kami.
END JJJ
HAPPY
ENDING JJJ
Nama : Chindy T. Siagian
Kelas : XA
SMA Negeri 1 Balige
Tidak ada komentar:
Posting Komentar